Disyariatkannya Istiadzah
Disyariatkannya Isti’adzah ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Fiqih Doa dan Dzikir yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 10 Ramadhan 1446 H / 10 Maret 2025 M.
Kajian Tentang Disyariatkannya Isti’adzah
Isti’adzah adalah doa memohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seorang muslim yang ketika dia sedang shalat dan selesai membaca doa istiftah, maka dia disyariatkan untuk membaca Al-Qur’an surah Al Fatihah. Dan karena surah Al Fatihah merupakan bagian dari Al-Qur’an, maka disyariatkan untuk membaca isti’adzah sebelumnya.
Mengapa disyariatkan demikian? Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita dalam setiap membaca Al-Qur’an untuk mengucapkan isti’adzah. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
”Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl[16]: 98)
Jadi jika kita ingin membaca Al-Qur’an, kita diperintahkan untuk membaca isti’adzah alias memohon perlindungan dari setan yang terkutuk.
Ketika engkau akan membaca Al-Qur’an, kapan? Apakah di dalam shalat atau di luar shalat? Jawabannya adalah keduanya. Di luar shalat, jika kita mau membaca Al-Qur’an, kita ber-isti’adzah. Dan di dalam shalat pun jika kita mau membaca Al-Qur’an, kita juga ber-isti’adzah.
Di luar shalat jika mau membaca Al-Qur’an, jangan lupa membaca isti’adzah agar tidak diganggu setan. Kita ini harus meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari godaan setan. Karena setan tidak suka jika kita membaca Al-Qur’an. Sebaliknya, setan suka jika kita bermaksiat atau melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat. Memang salah satu misinya setan adalah membuat maksiat terasa enak dan indah.
Untuk mengantisipasi gangguan setan saat kita membaca Al-Qur’an maka kita disyariatkan untuk membaca isti’adzah.
Bacaan-bacaan di dalam shalat itu terbagi ada yang dari Al-Qur’an dan ada yang di luar Al-Qur’an. Contohnya doa istiftah yang bukan merupakan bagian dari Al-Qur’an, maka tidak disyariatkan membaca isti’adzah sebelum membacanya. Namun ketika selesai membaca doa istiftah dan mau membaca Al-Qur’an surah Al Fatihah, baru kita membaca isti’adzah. Karena surah Al Fatihah merupakan bagian dari Al-Qur’an.
Ada perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai hukum membaca isti’adzah. Namun pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama adalah sebelum kita membaca surah Al Fatihah di dalam shalat maka kita disunnahkan membaca isti’adzah.
Tapi jangan kemudian hanya karena hukumnya sunnah maka kita dengan mudah meninggalkannya. Jangan menjadi tipe orang yang belajar untuk tidak beramal, karena itu merupakan kebiasaan yang tidak baik. Kita mempelajari hukum fiqih ada yang wajib, sunnah, haram, dan makruh, bukan untuk meninggalkan yang sunnah atau menjalankan yang makruh. Ada sebagian orang yang memiliki kebiasaan seperti itu.
Pembahasan selanjutnya tentan redaksi isti’adzah. Seringnya ketika ber-isti’adzah kita membaca:
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
”Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk.”
Redaksi isti’adzah tidak hanya itu. Ada beberapa redaksi isti’adzah yang Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam baca. Kita akan membawakan tiga redaksi.
Redaksi pertama:
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ، وَنَفْخِهِ، وَنَفْثِهِ
”Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari gangguannya, kesombongannya, dan sihirnya.”
مِنْ هَمْزِهِ ..
Salah satu pekerjaan setan adalah mengganggu manusia setiap saat. Ketika shalat setanpun sering mengganggu. Maka terkadang ketika shalat kita sampai terlupa sudah berapa raka’at.
Saat kita sedang berinteraksi dengan keluarga kita, sering menimbulkan gesekan dan mudah emosi. Maka kita harus berhati-hati terhadap gangguan setan.
وَنَفْخِهِ..
Kesombongan. Jadi setan itu memprovokasi kita untuk sombong dengan kecantikan, ketampanan, kekayaan, pakaian, dan sebagainya. Itu termasuk kesombongan yang dimunculkan di dalam hati manusia.
Jadi nikmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala itu untuk disyukuri, bukan untuk disombongkan. Sombong karena jabatan yang lebih tinggi dari orang lain, atau sombong karena ilmu/ pendidikan yang diraihnya lebih tinggi dari orang lain. Termasuk ke dalamnya adalah ilmu agama. Ilmu agama itu dipelajari bukan untuk sombong-sombongan. Misalnya telah hafal Al-Qur’an 30 juz, maka jangan meremehkan atau merendahkan orang yang baru hafal juz 30.
Termasuk juga ibadah. Ibadah bukan bahan untuk kesombongan. Misal kita sudah ngaji, maka jangan merendahkan orang yang belum ngaji. Karena sejatinya kita berangkat ngaji itu adalah karena kita mendapat hidayah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan karena kita hebat dan luar biasa.
Kita bisa umrah dan haji juga semata-mata karena Allah Subhanahu wa Ta’ala membantu kita. Bukan karena kehebatan kita.
وَنَفْثِهِ..
Artinya adalah sihir. Setan bisa memiliki sihir yang bekerja sama dengan dukun/ tukang sihir. Maka jangan kaget jika dukun atau tukang sihir itu bisa melakukan sesuatu yang di luar nalar. Misal makan beling (pecahan kaca), kebal senjata, minum air keras, dan sebagainya.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55001-disyariatkannya-istiadzah/